Seperti petani yang kehilangan cangkulnya, aku mondar mandir, dari
kantor ke area produksi, terus ke area inventory dan balik ke kantor
lagi, bertanya pada beberapa orang yang kuharap melihat atau bahkan
meminjam ( tapi belum mengemkembalikan ) pulpen, senjata utamaku untuk
menyelesaikan laporan sebelum ku-input ke komputer.
Tak perlu repot-repot mencari seandainya aku masih punya pulpen
cadangan. Tapi sayangnya, pulpen itu satu-satunya yang tersisa, tak ada
lagi stock di kantor. Meski tentu saja salah satu rekan kerjaku tak
berkebaratan bila kupinjam pulpennya, tapi aku tidak bisa menggunakan
dengan leluasa karena iapun perlu untuk menyelesaikan pekerjaannya.
Penasaran, sekali lagi kupastikan dengan mencari di laci sampai di
kolong meja, barangkali pulpenku terjatuh di sana, tapi hasilnya tetap
sama, tidak ada. Dan pencarianku baru terhenti ketika seorang rekan
kerja yang duduk di seberang meja, tersenyum sambil menunjuk ke lengan
kiriku. Astaghfirulloh, ternyata pulpen yang sejak tadi
kucari-cari bukan dipinjam orang ataupun terjatuh saat aku mengembalikan
laporan ke produksi, juga saat mengantar dokumen ke department
inventory, melainkan kusimpan di saku lengan kiriku sendiri. (
management di perusahaan tempatku menjemput rejeki memang mewajibkan
seluruh karyawannya mengenakan baju seragam yang sama baik warna maupun
modelnya, yaitu dua saku di depan dan satu saku di lengan kiri, untuk
meyimpan pulpen atau peralatan lain seperti testpen yang biasa
dilakukan karyawan bagian elektrik. Sebenarnya jarang aku menyimpan
pulpen di saku ini, tapi kenapa pulpen itu ada di sana, aku benar-benar
lupa ).
Kejadian yang hampir sama juga pernah dialami si A. Sama sepertiku,
dia juga berkali-kali membuka tas dan laci untuk mencari sebatang rokok
yang ternyata ia selipkan di telinga kanannya. Juga si B yang sibuk
bertanya siapa yang terakhir memakai stapler, padahal ia sendiri yang
sedang memegangnya. Atau si C yang berkali-kali membongkar tumpukan file
di mejanya untuk mencari satu dokumen yang sebenarnya sudah ia serahkan
ke atasan sehari sebelumnya. Dan masih banyak kejadian-kejadian lain
yang sebenarnya tidak mengenakan tapi terasa menggelikan akhirnya.
Begitulah kita, manusia. Disamping kelebihan, masing-masing juga
memiliki kekurangan. Dan salah satu kekurangan yang dimiliki oleh setiap
orang adalah lupa, hanya tingkatan dan intensitasnya yang berbeda.
Tidak mengenal pria atau wanita, tua ataupun muda, miskin ataupun kaya.
Lazimnya memang semakin tua seseorang, semakin sering ia lupa. Tapi
bukan berarti bahwa yang muda belia sama sekali tak pernah lupa. Ini
sudah kodrat manusia, tempatnya salah dan lupa.
Untuk hal-hal yang terlihat mata saja kita sering lupa, apalagi
hal-hal yang tidak kasat mata seperti adanya alam kubur, padang mahsyar,
mizan, surga dan neraka. Terkadang ada yang bukannya lupa, tapi
pura-pura lupa, sengaja melakukan walaupun ia tahu bahwa apa yang
diperbuatnya di dunia akan diminta pertanggungjawabannya kelak di
akhirat. Astaghfirulloh! Di sinilah pentingnya kita sebagai
saudara untuk saling mengingatkan karena manusia itu pelupa. Kita
mungkin tidak memiliki pertalian darah, tapi melalui dua kalimat
syahadat yang kita ikrarkan, Allah telah menjadikan kita sebagai
saudara.
Saling mengingatkan, ini menunjukan adanya komunikasi dua arah. Satu
saat kita mengingatkan orang lain tapi di lain waktu kita yang
diingatkan. Jangan hanya mengingatkan tapi tak terima kalau orang lain
mengingatkan. Atau sebaliknya, maunya diingatkan tapi tak peduli ketika
orang lain perlu diingatkan.
Saling mengingatkan, terlebih dalam hal kebaikan, ibadah, adalah
keharusan. Jangan sampai satu kemungkaran terjadi di depan mata tanpa
sedikitpun kita berusaha untuk mencegahnya, mengingatkan sang pelaku
bahwa tindakannya keliru. Juga ketika seseorang lalai dalam menjalankan
kewajiban beribadah, seharusnya kita menjadi orang pertama yang
mengingatkan, tentunya sekaligus mengingatkan diri sendiri, memastikan
bahwa kita sudah melakukannya.
Dan jika melalui tulisan aku berusaha untuk menjalankan kewajiban
saling mengingatkan, berharap ada manfaat yang bisa diambil, yaitu yang
lupa menjadi ingat bahwa manusia itu pelupa karenanya harus saling
mengingatkan, terutama dalam hal kebaikan, maka aku juga berharap ada
yang mengingatkanku karena bagaimanapun, aku hanyalah manusia yang tiada
luput dari salah, khilaf, dan tentu saja lupa. Astaghfirulloh!
Saudaraku, mari kita saling mengingatkan, menguatkan dan juga mendoakan. Insya Allah…
http://abisabila.com
dikutip dari eramuslim.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar